Bank Indonesia (BI) sudah menerbitkan Surat Edaran BI (SEBI) Nomer 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Keharusan Pemakaian Rupiah di lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mulai bulan ini seluruh aktivitas transaksi didalam negeri baik dengan cara tunai ataupun non tunai harus memakai rupiah, untuk yang tidak mematuhi siap-siap dibui maksimal 1 tahun.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto menyampaikan keharusan itu juga ditata dalam Ketentuan Bank Indonesia Nomer 17/3/PBI/2015 perihal keharusan pemakaian rupiah di lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah terbit 31 Maret 2015 lalu.
Eko menyatakan BI bakal memberi sanksi pidana yakni kurungan maksimum 1 tahun serta denda maksimum Rp 100 juta untuk yang didapati masih tetap memakai mata uang asing dalam tiap-tiap transaksi dalam negeri dengan cara tunai. Sanksi itu bakal diaplikasikan mulai 1 Juli 2015 yang akan datang.
"Bila pelanggaran pada transaksi non tunai bakal diaplikasikan sanksi administrasi berbentuk teguran tercatat, lalu harus membayar 1% dari nilai transaksi serta maksimum Rp 1 miliar. BI dapat juga membekukan pemakaian jalan raya pembayarannya," tutur Eko di Gedung BI, Jakarta, Selasa (9/6).
Terkecuali dua ketentuan itu pemakaian rupiah juga telah ditata dalam Undang-Undang (UU) Nomer 7 Tahun 2013 perihal Mata Duit. Diluar itu ada UU lain yakni Nomer 39 Th. 2009 perihal Lokasi Ekonomi Spesial (KEK), UU Nomer 36 Th. 2000 berkenaan lokasi perdagangan bebas.
“Peraturan Presiden (Perpres) Nomer 26 Th. 2012 juga menyatakan penetapan tarif layanan dengan memakai rupiah,” tuturnya.
Eko mengatakan, didalam ketetapan umum semua ketentuan itu keharusan pemakaian rupiah berpedoman azas teritorial. Siapa saja individu yang ada di lokasi NKRI harus memakai rupiah. Transaksi serta pembayaran yang dikerjakan juga harus memakai rupiah.
“BI juga mewajibkan pencantuman harga barang serta layanan dalam rupiah serta dilarang mencantumkan harga barang dengan dua mata duit. Jadi mesti satu, baik harga, cost layanan, sewa menyewa tarif, itu gunakan rupiah," tuturnya.
Ketetapan Pengecualian
Tetapi dalam mengimplementasikan ketentuan wajib rupiah itu, BI mengecualikan proyek-proyek infrastruktur strategis di bidang transportasi, sanitasi, jalan, telekomunikasi, pengairan, ketenagalistrikan, air minum, serta migas seandainya penuhi ketetapan yang diputuskan.
Pertama, dinyatakan oleh pemerintah pusat atau daerah juga sebagai proyek infrastruktur strategis. "Ini dibuktikan dengan surat dari Kementerian atau Instansi (K/L) berkenaan. Pemohon dapat mengemukakan akta pendirian perusahaan, surat dari K/L serta foto copy kesepakatan," katanya.
Ke-2, memperoleh kesepakatan dari BI untuk dikecualikan dari keharusan pemakaian rupiah. Dalam memberi kesepakatan itu, BI memperhitungkan sumber pembiayaan proyek serta efek proyek itu pada kestabilan ekonomi makro.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto menyampaikan keharusan itu juga ditata dalam Ketentuan Bank Indonesia Nomer 17/3/PBI/2015 perihal keharusan pemakaian rupiah di lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah terbit 31 Maret 2015 lalu.
Eko menyatakan BI bakal memberi sanksi pidana yakni kurungan maksimum 1 tahun serta denda maksimum Rp 100 juta untuk yang didapati masih tetap memakai mata uang asing dalam tiap-tiap transaksi dalam negeri dengan cara tunai. Sanksi itu bakal diaplikasikan mulai 1 Juli 2015 yang akan datang.
"Bila pelanggaran pada transaksi non tunai bakal diaplikasikan sanksi administrasi berbentuk teguran tercatat, lalu harus membayar 1% dari nilai transaksi serta maksimum Rp 1 miliar. BI dapat juga membekukan pemakaian jalan raya pembayarannya," tutur Eko di Gedung BI, Jakarta, Selasa (9/6).
Terkecuali dua ketentuan itu pemakaian rupiah juga telah ditata dalam Undang-Undang (UU) Nomer 7 Tahun 2013 perihal Mata Duit. Diluar itu ada UU lain yakni Nomer 39 Th. 2009 perihal Lokasi Ekonomi Spesial (KEK), UU Nomer 36 Th. 2000 berkenaan lokasi perdagangan bebas.
“Peraturan Presiden (Perpres) Nomer 26 Th. 2012 juga menyatakan penetapan tarif layanan dengan memakai rupiah,” tuturnya.
Eko mengatakan, didalam ketetapan umum semua ketentuan itu keharusan pemakaian rupiah berpedoman azas teritorial. Siapa saja individu yang ada di lokasi NKRI harus memakai rupiah. Transaksi serta pembayaran yang dikerjakan juga harus memakai rupiah.
“BI juga mewajibkan pencantuman harga barang serta layanan dalam rupiah serta dilarang mencantumkan harga barang dengan dua mata duit. Jadi mesti satu, baik harga, cost layanan, sewa menyewa tarif, itu gunakan rupiah," tuturnya.
Ketetapan Pengecualian
Tetapi dalam mengimplementasikan ketentuan wajib rupiah itu, BI mengecualikan proyek-proyek infrastruktur strategis di bidang transportasi, sanitasi, jalan, telekomunikasi, pengairan, ketenagalistrikan, air minum, serta migas seandainya penuhi ketetapan yang diputuskan.
Pertama, dinyatakan oleh pemerintah pusat atau daerah juga sebagai proyek infrastruktur strategis. "Ini dibuktikan dengan surat dari Kementerian atau Instansi (K/L) berkenaan. Pemohon dapat mengemukakan akta pendirian perusahaan, surat dari K/L serta foto copy kesepakatan," katanya.
Ke-2, memperoleh kesepakatan dari BI untuk dikecualikan dari keharusan pemakaian rupiah. Dalam memberi kesepakatan itu, BI memperhitungkan sumber pembiayaan proyek serta efek proyek itu pada kestabilan ekonomi makro.
Post A Comment:
0 comments: