Jatimevent.com - Keluarga FKA (13), korban penyiksaan oleh oknum bekas Kanit Reskrim Polsek Widang, Tuban, Aiptu Nurhadi dipaksa mempertemukan empat delegasi dari Polda Jawa timur dengan bocah ingusan yang masih duduk di kelas delapan SMP.
Kamis (24/6) sekitar jam 16.00, empat delegasi Polda datang ke rumah keluarga FKA. Direktur Eksekutif Koalisi Wanita Ronggolawe (KPR), Nunuk Fauziyah yang didaulat keluarga FKA untuk mengikuti sistem hukum di Polres menyampaikan, ke empat delegasi itu yaitu AKP Hendri Prasetyo, Rika Sapari, Briptu Bayu Dewi Cahyono, serta Bripda Andi Suswanto.
"Mereka memaksa keluarga FKA agar mempertemukan dengan FKA dengan alasan atas perintah kapolda untuk menyinkronkan informasi yang sampai kini nampak di media," tutur Nunuk pada Surya lewat blackberry mesengger, Rabu (24/6) malam.
Nunuk menilainya, kehadiran delegasi Polda Jawa timur sekalipun tak berperspketif pada korban yang usianya masih anak serta tanpa ada lihat kesiapan dari keluarga atas kehadiranya. Dalam kondisi seperti itu, keluraga korban sudah rasakan ketidaktenangan serta kehilangan akses ekonomi lantaran tak bekerja.
"FKA dipaksa selalu untuk mengulang-ulang narasi pahitnya serta tak memberitahukan kami juga sebagai pendamping hingga lagi-lagi diintrogasi tidak ada yang mendapingi," kecam alumnus Kampus Ronggolawe itu.
Menurut dia, berkenaan dengan data, harusnya polda sudah sangatlah cukup, bahkan juga berlebih-lebih terima informasi hasil introgasi dari Polsek Widang serta Polres Tuban atas masalah itu, tim dari polda dapat memperoleh informasi dari beragam media yang sudah memperoleh informasi dari keluarga korban.
"Kami lihat lagi-lagi institusi polisi senantiasa saja menyalahi ketentuan. Bila paska ini FKA alami trauma berat kembali sesudah semangat hidupnya nyaris sembuh jadi kami bakal jadikan jejeran keadaan ini juga sebagai tuntutan," ancam Nunuk.
Nunuk menyesalkan aksi tim polda yg tidak memberitahukan jauh-jauh hari saat sebelum menginterogasi FKA di tempat tinggalnya.
Hal semacam itu dibarengi paksaan, terlebih, KPR juga sebagai pendamping tak diberitahu. "Polda tidak mematuhi UU 35/210 dari pergantian UU 23/2004 perihal perlindungan anak. Dalam pasal 64, FKA itu kan termasuk juga mesti beroleh perlindungan spesial lantaran bertemu dengan hukuk. Harusnya, mereka memanusiawikan korban sesuai sama umurnya. Kami lihat tim polda tak berperspektif pada korban," sebutnya.
"Dalam pasal 69, korban mesti memperoleh perlindungan dengan cara fisik serta psikis. Diantaranya, tak lakukan pemantaun paling baik lagi untuk FKA, kesannya mereka memaksa bersua FKA, tanpa ada memberi saat. Mengakibatkan, keluarga ketakutan, lantaran bertemu dengan militer," katanya.
Pada awal mulanya, FKA di tangkap Aiptu Nurhadi di pasar Babat, Lamongan pada hari Senin (15/6) sekitar jam 13.00. Waktu penangkapan yang tanpa ada dibarengi surat penangkapan itu, FKA ditampar, ditelanjangi, diinjak, serta mulutnya diminta buka lantas ditodong pistol.
Kamis (24/6) sekitar jam 16.00, empat delegasi Polda datang ke rumah keluarga FKA. Direktur Eksekutif Koalisi Wanita Ronggolawe (KPR), Nunuk Fauziyah yang didaulat keluarga FKA untuk mengikuti sistem hukum di Polres menyampaikan, ke empat delegasi itu yaitu AKP Hendri Prasetyo, Rika Sapari, Briptu Bayu Dewi Cahyono, serta Bripda Andi Suswanto.
"Mereka memaksa keluarga FKA agar mempertemukan dengan FKA dengan alasan atas perintah kapolda untuk menyinkronkan informasi yang sampai kini nampak di media," tutur Nunuk pada Surya lewat blackberry mesengger, Rabu (24/6) malam.
Nunuk menilainya, kehadiran delegasi Polda Jawa timur sekalipun tak berperspketif pada korban yang usianya masih anak serta tanpa ada lihat kesiapan dari keluarga atas kehadiranya. Dalam kondisi seperti itu, keluraga korban sudah rasakan ketidaktenangan serta kehilangan akses ekonomi lantaran tak bekerja.
"FKA dipaksa selalu untuk mengulang-ulang narasi pahitnya serta tak memberitahukan kami juga sebagai pendamping hingga lagi-lagi diintrogasi tidak ada yang mendapingi," kecam alumnus Kampus Ronggolawe itu.
Menurut dia, berkenaan dengan data, harusnya polda sudah sangatlah cukup, bahkan juga berlebih-lebih terima informasi hasil introgasi dari Polsek Widang serta Polres Tuban atas masalah itu, tim dari polda dapat memperoleh informasi dari beragam media yang sudah memperoleh informasi dari keluarga korban.
"Kami lihat lagi-lagi institusi polisi senantiasa saja menyalahi ketentuan. Bila paska ini FKA alami trauma berat kembali sesudah semangat hidupnya nyaris sembuh jadi kami bakal jadikan jejeran keadaan ini juga sebagai tuntutan," ancam Nunuk.
Nunuk menyesalkan aksi tim polda yg tidak memberitahukan jauh-jauh hari saat sebelum menginterogasi FKA di tempat tinggalnya.
Hal semacam itu dibarengi paksaan, terlebih, KPR juga sebagai pendamping tak diberitahu. "Polda tidak mematuhi UU 35/210 dari pergantian UU 23/2004 perihal perlindungan anak. Dalam pasal 64, FKA itu kan termasuk juga mesti beroleh perlindungan spesial lantaran bertemu dengan hukuk. Harusnya, mereka memanusiawikan korban sesuai sama umurnya. Kami lihat tim polda tak berperspektif pada korban," sebutnya.
"Dalam pasal 69, korban mesti memperoleh perlindungan dengan cara fisik serta psikis. Diantaranya, tak lakukan pemantaun paling baik lagi untuk FKA, kesannya mereka memaksa bersua FKA, tanpa ada memberi saat. Mengakibatkan, keluarga ketakutan, lantaran bertemu dengan militer," katanya.
Pada awal mulanya, FKA di tangkap Aiptu Nurhadi di pasar Babat, Lamongan pada hari Senin (15/6) sekitar jam 13.00. Waktu penangkapan yang tanpa ada dibarengi surat penangkapan itu, FKA ditampar, ditelanjangi, diinjak, serta mulutnya diminta buka lantas ditodong pistol.
Post A Comment:
0 comments: