Khawatir Ricuh, Pemutaran Film dan Diskusi Gender di Surabaya Dibatalkan

Jatimevent.com - Diskusi dan pemutaran film 'Calalai-In Betweenness' yang sedianya digelar di Institut Francais Indonesia (IFI) Surabaya dibatalkan. Pembatalan diduga terkait izin dan kehawatiran akan kejadian yang tidak diinginkan.

Acara sedianya digelar pukul 18.30 WIB di IFI di Komplek AJBS di Jalan Ratna 14, Rabu (16/11/2016). Tetapi auditorium yang menjadi tempat acara terlihat sepi, tidak ada tanda-tanda akan ada acara di lokasi tersebut. Pintu auditorium tertutup dan terkunci. 

Secarik kertas putih tertempel di pintu. Di atas kertas itu terbaca tulisan 'Acara malam ini dibatalkan'. Tidak ada petugas atau panitia acara yang bisa ditemui.

Agus, salah seorang petugas keamanan mengatakan bahwa siang dan sore tadi, di lokasi acara kedatangan sejumlah polisi berpakaian preman. Mereka terlihat berbicara dengan pihak IFI.

"Ada polisi berpakaian preman datang ke sini. Sepertinya mereka dari Polrestabes Surabaya," kata Agus.

Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya Kompol Lily Dafar mengatakan bahwa acara di IFI Surabaya memang batal. Bukan polisi yang membatalkan, tetapi pemilik lokasi yang tidak mengizinkan dengan dalih acara ternyata belum berizin.


"Setelah mendapat informasi ada acara tersebut, kami melakukan pengecekan. 
Ternyata acara itu tak ada izinnya," kata Lily.

Lily mengatakan, anggota memang datang ke lokasi dan mengatakan kepada pihak IFI bahwa acara Diskusi dan Movie screening Calalai-In Betweenness tersebut tak berizin. IFI kemudian menanyakan ke pihak panitia dan mendapat keterangan bahwa acara itu memang belum mendapat izin.

"IFI akhirnya tidak mengizinan karena tidak mau menanggung risiko" ujar Lily.

Risiko yang dimaksud, kata Lily, adalah adanya kemungkinan pihak-pihak tertentu yang dikhawatirkan akan merusak atau membubarkan acara dengan 
kekerasan. Acara di IFI tersebut diaku Lily memang berpotensi mengundang pihak-pihak tertentu yang tak ingin acara itu digelar.

Film Calalai-In Betweenness yang disutradarai Kiki Febriyanti ini bercerita tentang keberadaan calalai yakni seorang perempuan maskulin dalam budaya masyarakat Sulawesi Selatan. Selama berabad-abad, masyarakat Bugis telah menerima keragaman gender dan percaya bahwa manusia terdiri dari lima jenis gender yakni oroane (laki-laki), makkunrai (perempuan), calalai (perempuan berpenampilan laki-laki), calabai (laki-laki berpenampilan perempuan), dan bissu (yang menghimpun ciri-ciri dari keempat gender yang lain). 

Acara ini juga menggelar diskusi dengan pembicara Aan Anshori, Kordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur. Diskusi akan mengupas apakah Islam Nusantara toleran terhadap kergaman gender dan seksualitas di Indonesia.

Movie screening dan diskusi ini diselenggarakan sebagai bagian dari 'One Day One Struggle' dan kampanye International yang dilakukan setiap November oleh Coalition for Sexual and Bodily Rights in Muslim Societies (CSBR). Tiga lembaga yang mensponsori acara tersebut adalah GAYa Nusantara, (CSBR), dan IFI

Pendiri GAYa Nusantara Dede Oetomo enggan memberikan komentar terhadap batalnya acara ini. "Mohon maaf, berdasarkan kesepakatan dengan IFI, saya belum bersedia memberikan komentar," kata Dede.

Belum ada konfirmasi dari Aan Anshori. Tetapi Aan menulis perihal pembatalan acara tersebut di laman facebook nya. Berikut yang disampaikan Aan.

Dear Kawan2,
Rencananya, pukul 19.00 ini saya akan menghantar diskusi dalam acara nonton bareng film dokumenter 'Calalai: In Betweeness', sebuah film tentang sosok perempuan Bugis di Sulawesi Utara, karya Kiki Febriyanti. 

Saya sendiri akan mengulasnya dari perspektif Islam Nusantara. Acara yang rencananya akan digelar di Institut Francais Indonesia di Surabaya tersebut secara mendadak dibatalkan panitia. Kabarnya, pembatalan tersebut dikarenakan ada keberatan dari kelompok-kelompok intoleran.

Saya sangat menyayangkan pembatalan tersebut. Ini adalah kado pahit, apalagi bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional. Pemutaran film tersebut juga merupakan bagian dari kampanye One Day One Struggle --sebuah jaringan kerja masyarakat sipil yang bergerak dalam isu pemenuhan hak-hak dasar bagi kelompok minoritas seksual.

Saya merasa negara ini sudah dikuasai kawanan begundal yang merampas hak publik untuk berdiskusi dan berproses secara intelektual. Aparat hukum juga sangat terkesan lunglai dan tak berdaya menghadapi mereka. Saya memprotes keras aksi-aksi intoleransi yang menyebabkan gagalnya acara ini.

Aan Anshori
Kordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur.
Axact

Jatim Event

Jatimevent.com adalah Sebuah Media Social dan Event yang bertujuan untuk Berbagi. Kami berkomitmen untuk memberikan konten yang terbaik dari seluruh jejaring sosial dan blog, khususnya seputar wilayah Jawa Timur kemudian mengirimkannya ke pengguna kami. Semua konten kami berasal dari masyarakat, media sosial dan blogger yang telah diposting atau diserahkan kepada Jatimevent.com

Post A Comment:

0 comments: